Page of

Kamis, 03 November 2011

merindumu selamanya

aku melihatmu (lagi).
anggap ini yang kesekian kali setelah kita berpisah. tapi aku benar-benar melihatmu lagi dalam sosok yang berbeda. bukan saat denganku dulu. mungkin karena perpisahan kita yang teralu lama membuatku melupa wajahmu. mungkin juga rasa sayang yang terpaksa kupendam ini membuat aku lupa pantulan sosokmu. aku semakin tak wajar setelah barusan melihatmu melintas depanku. aku sangat gembira. sangat gembira. itu benar dirimu? atau hanya bayanganmu? lalu bagaimana bila itu bukan kamu padahal aku sudah segila ini? aku tak perduli.

aku merindukanmu. bahkan aku sangat merindukanmu saat hari itu benar-benar terjadi. hari yang sangat aku hindari. tak pernah ada hari itu dalam doa-doaku, doa-doa kita dulu. bagaimana tidak? delapan tahun kita menghabiskan masa-masa remaja kita untuk menuju satu titik kebahagiaan. kadang aku tak yakin. kadang aku meragu. kadang juga aku menyerah. tapi engkau menahan tubuhku yang melemas lelah. menghadapi engkau. menghadapi dunia luar sana. kau topang aku sekuat-kuatnya. kau bisikan kata-kata yang kau petik dari langit. setelahnya, aku kembali kuat. berani melangkah bersamamu lagi. berani percaya semua janjimu. berani mengucapkan janji-janji yang sama sepertimu. berani menunggu delapan tahun lagi demimu. demi kita. awalnya aku yakin aku mampu denganmu sembari menunggu delapan tahun itu. awalnya delapan tahun itu aku pikir sebentar. apa susahnya menunggu delapan tahun? hampir sehari-harinya kita sekolah yang sekaligus membuat delapan tahun itu sebentar. sangat sebentar. apa beratnya menunggu delapan tahun kalau kita sama sama mencintai.

dari sekolah menengah pertama kita bertemu, saling kenal, saling suka, saling menyayangi, dan sama-sama gila cinta monyet. mulai dari aku mati-matian pindah ke excul cheerleaders untuk menyemangatimu pertandingan basket, bolos pelajaran bersamamu, jajan dikantin bersama,sampai pulang sekolah bersama hanya untuk menikmati ceritamu, mendengar tawamu, semuanya! suatu saat, setelah pelajaran olahraga, aku mengelap keringat hidungmu. kita duduk bersisihan. 'kita sampai kapan ya?' kataku memecah kesunyian. 'selamanyalah' katamu mantap. 'ha?emang kamu mau nikah umur berapa?' (saat itu aku umur 14 dan kau umur 15) 'berapa ya? 19 aja hehe.' lalu kita tertawa. 'kecepetan!' kataku masih sambil tertawa. 'berapa ya? 27 aja!' aku diam. cemberut. 'dih? ketuaanlah' 'terus berapa? kamu maunya umur berapa?' aku diam. lalu aku mendongak melihatnya 'dua puluh dua' 'berarti aku dua tiga ya?' 'iya berarti......' mulutku komat kamit sembari menghitung. 'delapan tahun lagi tha.' kau tersenyum 'iya delapan tahun lagi kita nikah deh hehe' aku tersenyum sambil kembali menghitung-hitung. 'aku ngga yakin kita 'masih' pas delapan tahun lagi.' kau tersenyum lagi. meremas-remas rambutku. 'bisa ngga ya?' kataku. 'bisalah, bapak sama ibumu aja bisa. mereka berapa tahun coba?' 'sepuluh tahun' 'nah kita cuma delapan tahun pasti bisalah.' 'yakin?' 'iya sayang.' kau mencuil ujung hidungku dan tersenyum manis. aku tersenyum mantap.

lalu sekolah menengah atas. kita terpisah, kau pilih jurusanmu, aku pilih jurusanku. rindu itu makin jadi tiap tak ada lagi tawamu. tapi kata-kata dari langitmu membuat aku terus yakin. renggang itu pasti ada, pembatas itu pasti ada. sering kita terpisah, namun tak sampai terurai, kita bersatu lagi.

sampai pada tiga bulan sebelum kelulusan Sekolah Menengah Atas, saat kita bertemu untuk menyicip rujak buah bersama sembari mengobati rindu yang menyengat, kau mendekati telingaku saat kita sama-sama bungkam 'sayang, seminggu lagi aku mau ke Amerika.' bisikmu. 'oh, ada apa emangnya?' kataku santai. kau tersenyum 'aku mau test kuliah disana sayang.' kau tersenyum lagi. 'berapa lama?' kataku masih santai. 'seminggu sayang.' aku tersenyum. kau juga. lalu aku dengan santainya menikmati rujak buah lagi. 'cuma seminggu?' kataku bergurau. 'seminggu aja udah beban buatku sayaaaaaang.' katamu dengan merengut. 'loh kok beban? nanti suamiku udah jadi sarjana lulusan Amrik looh.' kataku bergurau lagi. 'hehe tapi nanti kamu kangen aku, gimana dong?' katamu sambil tertawa. aku tertawa. perasaanku saat itu sangat senang. kau selalu mendapatkan apa yang kau rancang. dari menang berlomba ranking dariku, nilai nemmu, jurusan favoritemu, semuanya! kau yang merencanakannya, kau sendiri yang membuktikannya.

dan seminggu setelah kelulusan sekolah menengah atas, kita bertemu di Bandara Soekarno-Hatta. aku mengantar keberangkatanmu. namun perasaan kehilangan itu belum juga hadir pada asaku. 'aku berangkat dulu yaa sayang, janji sama aku. kamu tunggu aku.' katamu sambil memegang pipiku. 'tunggu kamu jadi sarjana perarsitekan terbaik didunia.' kataku sambil senyum. 'dan melamar kamu sayang...' air keluar dari ujung matamu. 'iyalah pasti!' kataku mantap yang belum juga takut kehilanganmu. dari speaker terdengar panggilan untuk panumpang pesawat yang akan kau naiki. 'yaudah yaa.. aku sayang kamu. aku janji! empat tahun lagi aku disini buat kamu. kamu harus jemput aku! HARUS!' nada suaramu meninggi, air matamu makin deras. 'iya sayang. aku juga sayang kamu. jangan tergoda sama bule yang magang yaa' aku tertawa lepas, begitu juga denganmu. namun air matamu makin deras lagi. aku mengelapnya dengan ibu jariku. 'jangan kemana-mana. tunggu aku sayang.......' kau menangis lagi, 'aku sayang kamu.' kau melanjutkannya lagi. kau tersenyum ikhlas. sangat lega aku melihatnya. lalu mataku dengan matamu bertemu dan mendekat. untuk pertamanya dalam empat tahun aku bersamamu. kau menciumku. hangat. dan kau melepasnya sebelum aku berniat untuk membalas. 'aku pergi dulu, aku sayang kamu! aku telfon kamu setelah aku sampai sana.' aku hanya tersenyum. aku mempercayainya. dia sudah memasukan aku dalam daftar rangkaian hidupnya. dan aku yakin dia akan mewujudkannya.

***

aku masuk Insitut Tekhnologi Bandung hanya karna nilaiku kurang untuk masuk Universitas luar negri. setahun terasa cepat dengan teman-teman baruku. dosen yang menyenangkan. dan dengan cerita kejamnya kota Bandung saat itu. aku menikmatinya. sangat menikmati tahun pertamaku disana. ditahun kedua, tepat aku semester 3, aku mengambil jurusan perarsiran bangunan. aghata ambil jurusan lanscaping. apa itu? entahlah. kami sama-sama calon arsitek. aku menyayanginya. amat sangat menyayanginya. aku sudah berjanji menunggunya. sampai.. semester 6ku telah tiba. skripsi sudah hampir selesai. aku menyusunnya matang-matang. sayangnya, pada hari dimana aku presentasi, ibuku meninggal. tanpa memperdulikan skripsi, aku pulang ke Jakarta. selesai pemakaman ibu, aku kembali lagi ke Bandung. sayangnya tidak ada keringanan yang diberikan dosen kepadaku. aku harus mengulang 2 semester lagi. Aghata juga. jurusan yang dia ambil juga menghabiskan setahun lebih lama daripada jurusanku. hingga tahun lulus kami akan sama.

hari dimana aku sedang liburan 3minggu kenaikan semester 8, aku dikejutkan oleh telfon Aghata. 'sayang, maaf aku pulang telat. aku sekalian magang.' dari kata-katanya, aku bahkan belum menemukan rasa kehilangan. aku sangat mempercayainya. 'iya sayang, nggapapa. jangan nakal yaa hehe.' 'iya sayang' dan percakapan berlanjut hingga larut malam. esok paginya aku kembali dikejutkan oleh telfon kakak tertuaku dari Jakarta 'dek, ada waktu buat pulang dek?' 'ada mas. libur tiga minggu nih. ada apa?' 'pulang dek. ada yang kangen.' 'siapa mas?' 'nanti juga kamu liat. aku siapin travelnya ya dek.' 'buru-buru banget mas?' 'hmmm, ngga sih. tapi penting!' 'oke aku siap-siap. kira-kira kapan?' 'besok pagi' 'oke' 'yaudah ya dek, Assalamualaikum' 'Waalaikumsalam.'

esok siangnya aku sudah sampai rumah. salim dengan bapak, kedua kakakku, dan kedua adikku. mereka semua berkumpul. padahal anak-anak dari kakakku belum libur sekolah. saat masuk kamar, ada kebaya krem kental terlipat rapih di atas tempat tidurku. tanpa menyentuhnya, aku menghambur keluar mencari Mba Arum, kakak keduaku. besok ada lamaran tetangga, aku harus siap setelah subuh katanya. di kamarnya juga tergantung baju yang sama denganku. hanya saja, miliknya lebih sederhana.

paginya aku menuruti kata Mba Arum. ternyata keponakan-keponakanku, hingga bapakpun siap-siap juga sepertiku. jam7 mobilnya datang kerumah jemput keluarga besar katanya. tapi salah! keluarga Aghata yang datang melamarku. aku bahagia, sangat bahagia. kami tidak tunangan! kami langsung akan melangsungkan pernikahan. entah kapan. tapi ini awal yang sangat membanggakan. delapan tahun rancangannya itu benar-benar nyata!

***

sebulan setelah kau melamarku, kau diterima diperusahaan international khusus lanscape. kau dulu menginginkannya. itu cita-citamu. bahkan aku sampai penat ketika duduk bersama, lanscape lah topik kita saat itu. ketika telfonan malam hari, lanscapelah topiknya. kau juga mengabaikan SMS dariku karena kau sedang asik membaca informasi tentang lanscape diinternet. iya, kau berhak mendapatkan pekerjaan yang sesuai. lalu lima bulan setelahnya aku wisuda. kau berada disampingku disaat bahagia itu. baru seminggu setelah wisuda, aku sudah bekerja menjadi bawahanmu diperusahaan yang sama. lalu kita berencanakan melangsungkan pernikahan empat bulan setelahnya. semua siap. kita sama-sama berpenghasilan. kau yang beli rumah, baju pengantin, aula, tempat honeymoon, sewa mobil, sampai resepsi khusus keluarga besar. aku yang beli mobil, undangan, dekor kamar pengantin, cathering. semua benar-benar siap.

inilah delapan tahun yang kita tunggu-tunggu. 08-08-2028. manis sekali. semua rangkaianmu benar-benar terwujud. 'saya nikahkan anak saya yang bernama Cwandra diningrumtyas dengan Aghata senja soedirga dengan mahar Al-quran dan seperangkat alat solat....' bapak lantang berbicara. 'saya terima nikahnya anak bapak yang bernama Cwandra diningrumtyas...............................'

pernikahan selesai. malamnya, resepsi pernikahan diGedung Bidakara. adat jawa tengah. sangat megah. seperti mimpi atau negri dongeng atau apalah. tamunya sangat banyak. teman SMP kami, teman SMAnya, teman SMAku, banyak juga bule yang datang berasal dari Amerika langsung. sebagian besar teman kuliahnya. ada juga atasannya. kau tersenyum dengan iklasnya sepanjang malam itu. setelah selesai, kau pulang kerumahmu, dan aku pulang kerumahku.dimobil pengantin yang arak-arakan, kau berbisik ditelingaku 'aku sayang kamu, hari ini dan selamanya.' lalu kau mengecup dahiku. lama. hangat.

keesokan paginya, tepat jam 6 pagi, kau sudah duduk bersama bapak diruang tamu. aku mengintip dari seucil sela pintu kamarku. aku tertawa geli. mengingat dahulu kali pertamanya kau datang malam minggu kerumahku. dahulu, muka bapak masih sangar dan tersirat ketidaksukaannya kepadamu. sekarang, bapak malah teramat bangga kepadamu. aku tak akan pernah salah pilih orang. berulang kali aku memutar tubuhku didepan cermin kamar. melenggok-lenggokan bokongku. berkali-kali aku rehap rambutku, keriting, lurus, ikal, lurus lagi, dan akhirnya aku kuncir kuda. mini dress putih dari Bali aku kenakan. dan dua tas ransel besar. aku keluar kamar dan menghampirimu sambil terpincang-pincah menyeret ranselku. kau menghampiriku, membatuku membawanya. kau mengenakan baju kerah abu-abu dengan celana pendek warna krem. tersenyum. setelah berpamitan kepada bapak dan kakak-kakakku, kita pergi Yogyakarta. berbulan madu.

jam 19.00. setelah sampai hotel, kau turun terlebih dahulu sambil menurunkan barang-barang dan check-in. aku tunggu didalam mobil. tak sampai sepuluh menit, kau kembali lagi ke mobil, membuka pintuku, dan menarik tanganku keluar. 'kamar nomor berapa?' kataku sambil megapit tangan kananmu sambil memasukin pintu lift yang hampir terbuka semuanya. '8828 sayang' jawabmu datar tanpa menoleh kepadaku. aku mengangguk. LANTAI 8. pintu lift terbuka sebagian, lalu aku meloncat tepat didepanmu. 'angka kamar kita kayaknya ada yang janggal nih' tanyaku riang sambil melipat tangan. kau masih mematung ditempatmu. tepat didalam lift dan aku diluarnya. kau tesenyum. itu delapan tahun yang kamu minta sayaaaaaang' lalu kau menarik tanganku pelan. 'kok nomor kamarnya pas sih sayang sama tanggal nikah kita?' tanyaku dilorong jalan menuju kamar. 'aku yang pesan delapan tahun lalu.' jawabmu. aku bungkam. bukannya tidak suka gombalannya yang basi, bukan juga aku menghiraukan jawabannya. hanya saja entah bagaimana, aku ini sudah ada didaftar masa depannya saat ia masih orok bahkan. lalu didepan kamarnya tepat nomor 8828, aku ikut memutar tubuhku 90% untuk menghadap kamarnya. dengan kilat, kau persis dibelakangku dan menutup mataku. 'semoga kamu suka' bisikmu sambil melepas tanganmu dan mencium pipiku.

pintu tertera nomor kamar dan tulisan 'welcome to real life, dear' maksutnya apa? lalu kau membukakan pintu kamar dan mendorongku pelan masuk. lampunya mati. satu detik kemudian aku mencium bau tulip. kau nyalakan lampunya. ternyata hanya lampu atas meja rias. masih samar, kemudian aku berjalan mengendap-endap. kau menuntunku. aku duduk ditepi kasur. kemudian melihat sekeliling. buram. kau berjalan kearah pintu. lalu lampu nyala tepat diatas dua meja disisi kasur. rangkaian bunga! aku mengejapkan mata. lagi. lagi. yang kulihat hanya rangaian bunga diatas kasur. tulip merah marun. banyak bunga tulip disini. ditiap atas meja, di pinggiran pintu, ditepi bingkai lukisan. semuanya tulip!

kau menutup pintu dan menghampiriku duduk bersisihan denganku. 'suka sayang?' tanyamu. aku tersenyum 'makasih tha. makasih banget ya' jawabku menangis. 'dih? kenapa nangis gitu? waduh aku nangisin anak orang nih, udahan yaaa cuup cuup' lalu kau memeluku. kita tertawa. 'kalau ngga suka bilang ya ratuku' katamu disela tawa. 'aku ngga meragukan arsitek seperti kamu, tenang aja!' jawabku melepas pelan pelukanmu. saat kedapatan ruang menatapmu, kau pun menatapku. kau tersenyum mendekat, dan memangut bibirku. hangat. aku membalasnya seperti kehausan. lalu matamu terpejam. akupun ikut. tangan kananmu yang masih dibahuku turun membuka kardigan, kemudian membuka tali dress yang terlampir di bahuku, sampai lengan. nafasmu memburu seperti tersengal. lalu dress yang menggantung tepat didepan buah dadaku, kau turunkan sampai didepan pusar. tanganmu menjalari buah dadaku. kemudian aku menepisnya pelan. menaruh tanganmu diatas pundakku. aku membuka kaosmu. lalu berlanjut sampai kita dapatkan apa yang kita inginkan. kamar masih remang. 'sayang, maaf aku belum mau punya anak dulu ya, jadi aku..' bisikmu disela desahanku. 'kamu pake...' nadaku meninggi. 'iya, maaf' jawabmu datar. aku menjatuhkan badanku tepat disampingnya dan memakai selimut. aku lempar rangkaian tulip yang sedari tadi menjadi saksi menit pertama kami. aku memunggunginya.

***

dan hari-hari setelahnya, aku sangat menikmati pangilan istri seorang Agatha. dibangunkan oleh kecupannya, menjadi ma'mum dalam solatnya, membuat sarapan buatan buku resep, mengecupnya diambang pintu saat dia pulang maupun berangkat kerja, belanja dengannya, makan satu meja dengannya, merapikan rumah bersama, semuanya! sampai menyanggupi permintaannya untuk tidak mempunyai anak terlebih dahulu. aku menyayanginya. aku sangat mencintainya. aku kesampingkan keinginkanku menggendong darahku, untuk seorang Agatha. setahun pertama sangat menyenangkan, tahun kedua sama, sayangnya tahun ketiga semua tak berjalan sesuai doa-doaku. kami mulai renggang. Aghata memilih menceraikanku. perusahaannya rugi banyak. katanya ia tidak mau bila aku ikutan menjadi susah karenanya. masuk akal? tidak!

hanya diperlukan waktu empat bulan untuk benar-benar melepas status 'nikah' kami. kemudian aku diberinya rumah kami. satu-satunya yang ia tinggalkan untukku. aku memilih untuk tidak menempatinya, aku masih mencintainya, dan tinggal dirumah berdebu kenangan hanya akan membuatku terus menginginkannya. Aghata pergi sekolah lanjutan dengan bekal beasiswa ditangannya. dia ambil urusan master lanscaping di Malaysia. aku tinggal dirumah, merawat bapak yang mulai pelupa. mengjarinya membaca kembali, memandikannya, merawatnya. kadang aku merasa lebih baik aku begini. aku bisa turuti jalan hatiku untuk mengurus darahku. meski bukan anak, tapi beliaulah sumber darahku. sembari bekerja dibagian desain interior diperusahaan swasta.

aku merindukannya. sosok yang tak pantang menyerah mendapati apa yang ia rancang. sosok yang membuatku jatuh hanya sekali yaitu padanya. dan aku masih mencintainya, didalam isyarat kesepianku. didalam sadar tidurku.

mungkin aku teralu merindukanmu, itulah sebabnya aku tak berani menyapamu lagi. aku takut tangisku tumpah dan menganak samudra. aku tahu aku akan teruuuuus  merasakan sakit bak sembilu tajam yang menusuk rongga mulutku; aku seperti tercekat tiap detik. merasakan sulit bernafas dan tak dapat teriak- namun apalagi cara pura-pura melupamu kalau merindumu saja aku gila. baiklah aku akan biarkan engkau terbang bersama mimpimu, dan aku juga. biar habis sudah rindu yang kurasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar