Page of

Rabu, 06 Maret 2013

Prosesku yang 'liar' yang lebih mirip dengan auman serigala.


Atas dasar permintaan seorang teman, aku menulis lagi.
Kenapa aku selalu rindu memarut luka tiap berhubungan dengan pena dan kertas dengan sastra didalamnya? Jangan. Jangan tanya itu karena aku, Parasdya Wulan Anondinni yang hampir merebut angka 17pun tak tahu jawabannya.

Banyaknya draft cerpen, membuat aku sesekali membuka laptopku untuk sekedar mampir dan membaca-baca lagi wangi bakuan kata-kata yang sengaja terangkai berlembar-lembar. Dalam proses'nya,' aku diingatkan dengan kata-kata lugu seorang penulis favoritku. Yang menggambarkan tiap-tiap detail tokohnya seperti sedang membuat detail karakter dipermainan the sims. Aku juga selalu diingatkan dengan sehalus makian sastra yang kental tentang Indonesia yang orang bilang ini negara kacau dan pecah belah. Hahahaha dasar otak udang! Masih ditanah Indonesia kok maki-maki Indonesia? Dengan dengung, kadang aku menangisi malangnya hukum yang digembar-gemborkan. Mau jadi acuan, kok malah kalah sama kertas? Dia cuma kertas yang bernominalkan!! Ah..tapi mau dibuat gelisah, kadang membicarakan lumpuhnya hukum, tak lagi menarik karena topik ini justru malah lebih sering dibicarakan sampai lemas, tanpa lagi memikirkan bagaimana mengatasinya. Dan.. aku tak lagi menulis tentang Indonesia dalam prosesku.
Kadang, menurutku, lebih jelas apabila aku menulis berlembar masalah sepasang kekasih yang dimadu fana tiap harinya. Sepasang bocah ber-rok abu-abu yang mengapit rindu dikala ruang menghampar jelas. Hahaha, konyol! Kadang aku fkir, rindu itu tak bisa dihitung dengan rumus yang bisa diketahui banyaknya, ditambah penjelas satuan menguntit dibelakangnya. Atau bisa dihitung dengan atom-atom-atom tolol dieksak yang membuat aku masuk kelas sosial dan membuat aku, harus merubah lagi mimpi-mimpi yang dengan mudahnya terlepas atasnama sosial. Bodoh! Selain Indonesia, ini juga alasan bagus untuk aku menangis tiap aku mengingatnya. Mereka fikir, tiap-tiap kepala yang masuk eksak, jelas-jelas atas kemampuan mereka? Demi Tuhan, tidak! Tidak sama sekali. Dan dengan gobloknya, lintas jurusan itu diperbolehkan. Pantas saja guru eksak selalu menghipnotis siswanya bahwa mereka JAUH LEBIH UNGGUL dibanding kelas sosial. Pantas saja tiap orang bodoh diluar sana bertanya aku masuk jurusan apa, dan aku jawab dengan jawaban yang sebenarnya, mereka terlihat seperti menaikkan alis tanpa lagi menengok kearahku.
Apa lagi yang perlu dibenahi diprosesku? Semua cerita terlihat menarik dan patut ditertawakan karena ketololannya. Hukum, Negara, Sepasang kekasih yang tiap detiknya dilumat kata rindu, sampai tentang pendidikan, semuanya patut digoresan dalam prosesku. Yah....lihat nanti. Kalau saja hukum saja masih miris, kalau hukum saja masih layak dimaki, bolehkan aku, penonton drama yang lebih mirip banyolan ini ikutan memaki prosesku yang goblok dan jauh dari rasa bangga? HAHAHAHAA