Page of

Rabu, 14 Desember 2011

lebih rapuh

sore ini, biar saja aku menangis sekali atas namamu.
setelah itu tidak. aku berjanji akan menahan tiap tetes yang mencoba turun.
kau tahu mengapa aku rapuh lebih dari sehelai rambutmu?
aku takut.
takut cintaku tak disana. takut sosoku ternyata tak sekalipun singgah disana.
takut akan waktu yang sebenarnya izinkan aku mendamba seorang yang tak pernah mendambaku.
aku takut kata yang kau ucapkan jelas tak benar adanya.
aku takut setumpuk harapan terus ada didepan pintumu,
tanpa berani tutur sapa hendak memenuhi sedikit ruangannya.
aku takuuut, suatu saat lebih rapuh dari ini. lebih rapuh pula dari sayap bayi kupu-kupu.

d-i-a

siapa diri disamping sosokmu?
yang memamerkan sederet gigi putih dengan bahagianya.
matanya sedikit disipitkan.
sangat-dekat denganmu.
bahkan sudah aku perbesar gambar itu berkali-kali,
aku tetap saja tak dapat lihat seinci saja jarak yang tersisa diantara kalian.
kamu  & dia
dia yang pernah ada disana, memenuhi singasanamu.
dia yang pernah kau rindukan tapi tak sempat kau sampaikan.
dialah orang yang buatku iri sekarang. detik ini.

Selasa, 13 Desember 2011

bencimu jadi cintamu

aku sungguh menjadi orang bodoh malam ini. menjadi sosok yang makin rapuh dan memperlihatkan sendiri kekeroposan perasaanku. maafkan aku sebelum dan setelahnya untuk malam yang kelam ini. bahkan kata berpisah saja masih terdengar indah ketimbang batin yang mencoba dengan sekuat diri belajar mencintai hal dari orang yang tercinta--meski sesungguhnya engkau tak akan mencintai hal tersebut--, untuk... ~selamanya~.
teman, jujur aku bisa saja dengan mudah mencintaimu tanpa harus memikirkan hal lain yang menggangu. tapi, sungguh untuk cerita ini, apa lagi cara untuk mengakalinya agar tak menghambat lajunya perkembangan hubungan yang kian matang ini. makin lama aku belajar betapa hidup yang kau punya tak pernah dilihat dengan satu sisi yang sama. satu arah yang -tak- berlawanan. dan kau tak pernah sedikitpun menyesali sesuatu yang kau lakukan di hembusan nafasmu barusan. semua terjadi matrix. seperti hujan yang tiba2 saja menyebarkan bau tanah. seperti kilat yang entah kapan dan tiba2 saja gemuruh. seperti jantung yang tiba2 saja, entah kapan berhenti dengan semaunya. Aku di awal sungguh jauh dari apa yang kau ajarkan. aku selalu menyesali perkataan yang baru sedetik saja keluar dari bibir yang kasar ini. aku selalu melihat sesuatu apa saja dari satu sisi dan tak pernah berkemauan untuk  menikmatinya dari sisi yang berbeda dengan harap tak jenuh menikmatinya.
sungguh, diawal aku masuk hidupmu, aku merasa... aku bukanlah disini. ini bukan tempatku dan aku benar2 ingin keluar dari jeratan ini kalau saja saat itu aku tidak sedang jatuh sangat mencintaimu sampai sekarang. tapi indahnya cinta, beliau dapat mengubah bencimu jadi cintamu.
Yaaaaah, meski aku masih belajar mencintaimu beserta -kamu,kamu,kamu- yang lain. tapi setidaknya kamu mengajarkan bagaimana hidup seharusnya aku pandang. aku beruntung mempunyaimu. memiliki hati yang entah tak terlihat rapuh sedikitpun bahkan saat aku rapuh sama sekali seperti ini.
a-ku-ber-un-tung-me-mi-li-ki-mu-se-u-tuh-nya.
maafkan aku yang pergi jauh dan kini tak dapat lagi diterka sorot bekumu
sesungguhnya aku hanya ingin beri tahumu.
aku bisa hidup tanpa lagi bayangmu disini
aku dapat buktikan kepada seorang kamu
aku bisa mencinta lagi tanpa beban sepertimu
kita impas.
sama-sama mencinta sosok baru dan berusaha berbahagia.
berbahagia dengan cara masing-masing.
tanpa aku diceritamu.
tanpa ada lagi kamu diceritaku.
Aku seorang penjenuh yang sedang berhutang pada garis bibirmu.
Seulas senyum yang mengajak beban2 lain ikut serta.
Yang memaknai dekatmu aku takut.
Aku takut aku menjadi seorang laknat yang tak dapat balas budi atas rasamu yang bisa lebih.
Meski kau tahu cerita kronis awal aku mengaggummu.
Kau tepikan alasan tak berhatiku.
Menjamah hatiku dan membangun rumah disana.
Padahal kau bisa saja pergi diterik seditik atau hujan deras dekalipun.
Tinggalkan aku sampai aku menepi, berpenjuru.
Tapi kau tetap timang aku dalam dekapmu. Dan aku hangat.